Astri
Oh Astri
Drama
kekerasan dalam rumah tangga & kesetaraan gender dalam rangka memperingati Hari Kartini
21 April 2012 STIA-STITEK Bina Taruna Gorontalo, saya membuat drama ini. Maklum saya 'kan memang biasa buat drama tapi kalau untuk drama kekerasan seperti ini saya baru pertama kali membuatnya. Karena mendadak, naskahnya jadi apa adanya. Tapi kalau boleh jujur saat bikin naskah ini, saya memang menjiwai peran astri sampai saya juga ikutan nangis. Pokoknya membuat drama itu sangat menyenangkan meskipun kegiatan dubbing/ atau rekam suaranya lama banget dan sangat melelahkan. Oh iya, selamat membaca naskahnya!
Pemain :
Ø Astri
Ø Tarjo
Ø Ayu
Ø Ayah
Astri
Ø Ibu
Astri
Ø Pak
Polisi
Adegan I
Setelah lulus dari SMA, Astri
pun meminta kepada kedua orang tuanya agar ia diijinkan untuk melanjutkan
kuliah, tetapi karena alasan biaya ayahnya pun menolak keinginan Astri dan
justru menyuruhnya untuk segera menikah.
Astri : “Pa, Bu. Astri mau
tanya sesuatu, boleh atau tidak?”
Ayah Astri : “Mau tanya apa nak?”
Astri : “Habis lulus SMA ini,
Astri mau lanjut ke kuliah ke Jakarta. Soalnya Astri sudah lulus di jurusan ilmu sosial
pak.”
Ayah Astri : “Sudahlah nak, kamu nda usah
bermimpi untuk sekolah tinggi-tinggi. Kamu ini kan perempuan, biar kamu sekolah tinggi-tinggi kamu
akhirnya harus jadi istri juga dan mengurusi
keluargamu.”
Ibu Astri : “Iya betul kata bapamu itu,
lagian kan kamu juga tau bapamu ini cuma pedagang di pasar, mana bisa bayar biaya kuliahmu.
Mendingan kamu terima saja lamaran dari si
Tarjo.”
Astri : “Apa? Astri gak mau
nikah sama Tarjo, pa, bu. Dia itu udah bau tanah pa, bu. Bayangkan
saja dia 15 tahun jauh lebih tua dari Astri. Pokoknya Astri tetep nda mau nikah sama dia.”
Ayah Astri : “Tapi bapanya itu orang terkaya di
kampung kita, kamu ini beruntung, dia suka sama anak perempuan miskin kayak
kamu. Kalau kamu nikah sama dia, siapa tau kamu
bisa kuliah lagi, dia kan kaya jadi bisa biayai kamu kuliah.”
Adegan
II
Setelah berpikir dan berpikir,
Astri pun menerima lamaran Tarjo dengan maksud agar ia bisa kuliah lagi setelah
menikah. Tetapi setelah mereka menikah yang terjadi justru sebaliknya.
Tarjo : “Astri,
astri..(berteriak)”
Astri : “iya mas, ada apa?”
Tarjo : “pijit, kaki aku sakit”
Astri : “iya mas”
Tarjo : “Kamu itu kalau jadi
istri itu yang bener, liat suamimu kecapean langsung dipijitin”
Astri : “iya baik mas. Hmmm....
anu mas, ada yang mau aku tanya (dengan ragu-ragu)”
Tarjo : “mau tanya apa?”
Astri : “aku, aku sebenarnya
ada rencana mau kuliah lagi, supaya gampang cari kerja. Aku kan juga mau cari kerjaan
supaya bisa bantu mas tarjo cari uang, boleh kan?”
Tarjo : “(tertawa
terbahak-bahak) Wahahahahhahhaah... Apa? Nda salah denger aku? Mau
kuliah? buat apa? Kamu tuh perempuan ngapain pake acara kuliah-kuliah segala,
pake alasan mau cari kerja segala lagi. Tugas kamu tuh sekarang jadi istri yang bener, lah sekarang aja kamu belum becus
jadi istri. Udah sana bikinin aku kopi
dulu (sambil melayangkan jari telunjuknya di kepala astri).
(Astri pun
beranjak pergi).
Tarjo : “Astri-astri, ada-ada
aja dia. Pake acara mau kuliah segala, aku aja cuma tamatan SMP. (menggelengkan kepala sambil membuka koran dan
membacanya)”
Adegan
III
2 tahun kemudian, masih di
tempat yang sama. Tarjo pun sedang membaca koran. Dan tiba-tiba ada suara bayi
menangis.
Tarjo : “Astri, Astri, Astri
(teriakan semakin kuat). Aduh istri gak becus itu kemana sih? dari tadi gak nongol-nongol.
Anak nangis kok dibiarin aja! Astri-Astri!”
(Astri pun
datang)
Astri : “iya ada apa mas?”
Tarjo : “heh, telinga kamu itu
rusak ya? (berteriak di dekat telinga Astri). Dari tadi, Anak kamu nangis malah
dicuekin. Ckckckckck, istri apaan kamu ini?”
Astri : “saya habis dari pasar
mas, beli sayur kesukaannya mas tapi nda ada.”
Tarjo : “alaaaah,,, alesan kamu.
Bilang aja tadi kamu ngegosip sama tetangga sebelah.”
Astri : “Gak mas, benar saya
tadi habis dari pasar. Lagian kalau Nima nangis, mas kan bis gendong dia dulu sebentar,
dia kan juga anak kamu”
Tarjo : “Eh, mulai keterlaluan
ya kamu, kamu coba ngajarin saya? (menarik rambut astri) Heh, saya itu suami
kamu, jadi semua perkataan saya harus kamu patuhi. ngerti?”
Astri : “i.. i.. iya, ampun
mas”
Tarjo : “Kamu itu cuma orang
rendahan, syukur-syukur aku tuh mau nikahin kamu. (mendorong
Astri)”
Astri : “Cukup mas, cukup. aku
gak tahan lagi dihina, biar miskin tapi aku punya harga diri, biar aku ini cuma
perempuan tapi aku juga punya hak untuk hidup tenang.”
Tarjo : “Apa kamu bilang? Plak
(tangan Tarjo melayang), bilang sekali lagi, ayo bilang”
Astri : “Aku ga mau lagi
tinggal disini, aku mau keluar dari rumah ini.(sambil menangis ketakutan)”
Tarjo : “plak, plak, (tarjo
terus memukul Astri) dasar istri gak tau malu, bisanya Cuma nangis terus.
Udah dikasih hati minta
jantung. Awas kalau kamu berani keluar dari rumah
ini, aku gak akan segan- segan nyakitin kamu
dan anak kamu itu. Ngerti kamu?
(sambil menunjuk-nunjuk Astri)”
(Tarjo pun
beranjak pergi, dan Astri hanya diam sambil menangis)
Adegan
IV
Ketika Astri sedang menangis
tersedu-sedu, teleponnya berbunyi. Astri pun berusaha menahan tangisnya, ia
mengangkat telpon. Ternyata yang menelepon adalah Ayu, sahabat karibnya ketika
masih SMA.
Astri : “Assalamua’laikum...Ha..halo..”
Ayu : “Kumsalam, Astri? Ini
Ayu, temenmu waktu SMA inget gak?”
Astri : “Aaayu.... Iya aku inget.(sambil menghapus air matanya) Kamu apa kabar?”
Ayu : “Baik, kamu gimana
kabarnya? suara kamu kok beda? kamu habis nangis ya?”
Astri : “gak, gak kok yu.”
Ayu : “Kamu kenapa? cerita
dong. denger-denger kamu udah nikah, apa lagi ada masalah sama suami kamu?”
Astri : “Sebenarnya iya, aku takut sama suami aku yu, dia sering siksa aku, aku
pengen cepet-cepet
keluar dari rumah ini tapi ga bisa.”
Ayu : “Iya aku ngerti,
belakangan ini, aku ikut organisasi pemberdayaan wanita di kampus aku.
Jadi aku bakal coba bantu kamu. Besok kita ketemuan ya di rumahmu.”
Astri : “Ja.. ja..jangan besok, suami aku ada di rumah, lusa bisa kan yu?”
Ayu : “Iya bisa-bisa, sabar
ya tri.. assalamualaikum”
Astri : “kumsalam”
Adegan
V
Beberapa hari kemudian, Astri
dan Ayu pun bertemu. Betapa terkejut Ayu melihat Astri yang sudah babak belur
karena KDRT yang dilakukan Tarjo, suaminya.
Ayu : “Astagfirullahaladzim,
tri. Apa ini semua perbuatan suami kamu. Ya Allah aku sampai gak ngenalin wajah kamu.”
Astri : “Aku gak apa-apa kok,
ini udah biasa”
Ayu : “Tri, ini tuh gak
boleh dibiasain, lama-lama kamu tuh bisa mati kalau disiksa begini.”
Astri : “Terus aku harus gimana
yu? Kalau aku keluar dari rumah ini suami aku gak bakal diem aja.”
Ayu : “Kamu tuh sebagai
perempuan gak boleh lemah tri, kita sebagai perempuan punya hak untuk hidup layak.
Apalagi sekarang ini zaman emansipasi wanita. Kesetaran gender juga sudah berlaku dimana-mana. Dari
semenjak Era Raden Ajeng Kartini saja,
perempuan sudah punya hak dalam pendidikan dan hidup yang layak. Kamu juga
berhak untuk itu tri. Untuk itu,
sekarang kamu harus kuat, ada baiknya kita laporkan
saja suami kamu ke pihak berwajib. Kan sudah ada buktinya, wajah kamu memar-memar
karena dipukuli”
Astri : “Apa? lapor polisi?
jangan yu, jangan. Aku takut.”
Ayu : “kamu jangan takut,
ada aku, aparat kepolisian, undang-undang dan juga pemerintah yang aku melindungi kamu dari KDRT dan suamimu
itu. Jadi kamu tenang
aja. Ayo kita pergi sekarang sebelum suami kamu datang”
Adegan
VI
tarjo pun pulang ke rumah, dan
tidak ada seorang pun di rumah.
Tarjo : “(memanggil Astri)
Astri, Astri, Astri... Bikinin kopi”
(Tarjo pun
duduk sambil membuka koran)
Tarjo : “Astri-astri, kemana sih
dia?”
(Tiba-tiba ada
yang mengetuk pintu)
Pak polisi : “Assalamualaikum”
Tarjo : “walaikum salam (nada
cuek). (tiba-tiba terkejut) A..a..ada apa ya Pak polisi?”
Pak polisi : “Apakah benar anda saudara Tarjo
Makmur?”
Tarjo : “i..i..iya be..benar”
Pak Polisi : “Anda ditangkap karena kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga terhadap istri anda yang bernama Astri Sutari. Untuk itu harap ikut
saya ke kantor polisi.”
Tarjo : “A..apa? i..i..itu
bohong. saya tidak bersalah. tolong..tolong.....”
Tarjo pun akhirnya masuk
penjara. Dan Astri kemudian meneruskan lagi kuliahnya. Setelah beberapa tahun,
Astri lulus dari kuliahnya dan mendapat gelar sarjana. Ia bersama temannya Ayu
ikut aktif dalam organisasi pemberdayaan wanita sampai akhirnya suatu saat Astri
pun dilantik menjadi menteri pemberdayaan wanita. Pada akhirnya, Astri bisa
membuktikan bahwa perempuan layak mendapatkan pendidikan dan berhak mendapatkan
pekerjaan yang layak tanpa harus mengorbankan kodratnya sebagai seorang
perempuan.
***Selesai***